Tampilkan postingan dengan label intuisis bisnis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label intuisis bisnis. Tampilkan semua postingan

Minggu, April 19, 2009

Intuisi Bisnis (Bagian Kedua)

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan kemarin yang membahas mengenai intuisi bisnis. Saya akui membaca tulisan Abun Sanda sangat menarik, dengan cara bertutur yang runtut dan kejernihan pikiran dan kedalaman bahasanya, saya seperti menemukan oase. Sebuah cerita bisnis yang disampaikan dengan amat menarik.

Kalau kemarin bercerita tentang gaya bisnis gurem di totoar yang survive, kali ini saya akan ceritakan bagaimana para pebisnis Jepang lainnya bertahan. Di belantara Tokyo, banyak sekali terdapat toko-toko spesialis yang khusus menjual satu jenis barang. Bisa toko khusus sepatu, pakain trendy, perlenfkapan bayi, dan yang lainya. Abun Sanda menemukan hal yang mengejutkan, di sebuah toko sepatu di etalasenya hanya di pasang belasan pasang sepatu dengan beberapa tipe. Toko sepatu tersebut sepi, tidak banyak pembeli yang datang. Bagaimana caranya pemilik toko bisa bertahan?

Di beberapa lokasi lain, banyak terdapat toko dengan barang-barang bermerk seperti Bulgari, Prada, Hermes, Hugo Boss dan merek- merek terkenal lainya. Masing-masing toko mempunyai gedung sendiri terdiri dari 5-8 lantai. Di toko-toko seperti ini, kenyataanya hampir sama yaitu toko-toko barang bermerk tersebut biasa saja. Tidak sepi-sepi amat, tetapi dikatakan ramai juga tidak. Bagaimana para pemilik toko bermerk ini bisa bertahan di kota Tokyo yang biaya hidupnya amat tinggi?

Hal ini amat kontras dengan besaran sewa ruang toko. Untuk menyewa ruang toko seluas 7 kali 6 meter, perlu uang sebanyak Rp. 45 juta. Untuk bertahan hidup seorang pemilik toko mesti meraih laba sebesar Rp. 2,5 juta per hari. Laba sebesar ini hanya cukup untuk membayar sewa ruangan, gaji pegawai, listrik dan transportasi. Kalau kurang dari itu berarti sang pemilik toko siap-siap menanggung kerugian. Kenyataanya mereka tetap berbisnis, tetap survive dan bahkan mampu meraih laba. Bagaiamana caranya mereka berbisnis, bagaimana mereka berdagang, bagaimana mereka survive dan mampu meraih laba, kalau tokonya sepi dari pengunjung?,

Menurut Abun Sanda, mengutip Atsuko Brown, salah seorang pemilik toko sepatu di Tokyo, bahwa pedagang-pedagang mempunyai banyak jalan untuk bertahan. Mereka sangat ulet, tangguh dan rata-rata mempunyai intuisi bisnis yang amat tinggi. Sebuah toko barang bermerk mempunyai pelanggan tetap di belasan perusahaan raksasa Jepang. Pemilik toko juga bisa menjangkau para mahasiswa, eksekutif muda dan bahkan para diplomat. Jadi walaupun kelihatanya tokonya sepi tetapi pertarungan antar pebisnis di belakang panggung amat ketat dan seru.

Mereka bertarung termasuk di kafe-kafe Tokyo, para pelobi toko berada di mana-mana untuk meraih kontrak-kontrak bernilai besar. Sehingga jangan heran kalau para pemilik toko bermerk ini walaupun tokonya sepi pengunjung tetapi pendapatan dan laba yang mereka peroleh sangat besar. Tidak usah heran kalau pemilik toko barang bermerk ini terdiri atas orang-orang yang kaya.

Mereka termasuk cara berbisnisnya tentu sangat berbeda jika dibandingkan dengan dua orang muda, pedagang gurem yang menjajakan daganagyan dengan berterikak-teriak mengajak singgah di kedainya di trotoar.

Dari beberapa cerita di atas, jawaban yang dapat diperoleh mengapa mereka semua bisa berbisnis dan survive di belantara bisnis Tokyo yang amat mahal. Jawabanya adalah seperti yang Atsuko Brown sebutkan di atas yaitu ulet, tangguh dan yang paling penting intuisi bisnis yang mumpuni. Inilah yang menyebabkan mereka baik pemilik toko bermerk maupun pedagang gurem klas trotoar mampu survive.

Bagaimana tanggapan anda? Saya tunggu tanggapan anda disini untuk disharing-kan dengan teman-teman yang lain.
Salam Sukses. Dahsyat !!!.